Di sebelah Timur Laut Ibu Kota Propinsi Sumatra Barat yaitu kota Padang dan berjarak kurang lebih 90 kilometer tersebutlah nama Kota Sawahlunto.
Menurut dokumen aslinya nama Sawahlunto dituliskan secara terpisah yaitu Sawah dan Lunto, nama tersebut dikarenakan kondisi lokasi yang ada yaitu adanya hamparan sawah-sawah yang berada dan dikelilingi bukit-bukit, dan diantara sawah mengalirlah sungai kecil yang dinamakan Batang Lunto. Kesunyian, keterasingan, dan terisolir itulah suasananya, tetapi semenjak diketemukannya endapan batubara di Ulu Air di suatu lembah bukit yang tidak berpenghuni di daerah aliran Sungai atau Batang Ombilin pada tahun 1868 oleh seorang Belanda yaitu Ir. WH. de Greve, maka Sawahlunto menjadi penting. Adanya jalan kereta api yang menghubungkan antara Muara Kelaban sampai Pelabuhan Emma (sekarang Teluk Bayur) yang kemudian dilanjutkan dari Muara Kelaban ke Sawahlunto dan selesai pada bulan Januari 1894, maka terbukalah isolasi Sawahlunto dari dunia luar, sehinggaSawahlunto berkembang menjadi pusat industri bangsa Eropa di Pegunungan Pantai Barat Sumatra.
Menurut dokumen aslinya nama Sawahlunto dituliskan secara terpisah yaitu Sawah dan Lunto, nama tersebut dikarenakan kondisi lokasi yang ada yaitu adanya hamparan sawah-sawah yang berada dan dikelilingi bukit-bukit, dan diantara sawah mengalirlah sungai kecil yang dinamakan Batang Lunto. Kesunyian, keterasingan, dan terisolir itulah suasananya, tetapi semenjak diketemukannya endapan batubara di Ulu Air di suatu lembah bukit yang tidak berpenghuni di daerah aliran Sungai atau Batang Ombilin pada tahun 1868 oleh seorang Belanda yaitu Ir. WH. de Greve, maka Sawahlunto menjadi penting. Adanya jalan kereta api yang menghubungkan antara Muara Kelaban sampai Pelabuhan Emma (sekarang Teluk Bayur) yang kemudian dilanjutkan dari Muara Kelaban ke Sawahlunto dan selesai pada bulan Januari 1894, maka terbukalah isolasi Sawahlunto dari dunia luar, sehinggaSawahlunto berkembang menjadi pusat industri bangsa Eropa di Pegunungan Pantai Barat Sumatra.