Minggu, 05 Agustus 2012
PENDIDIKAN ...........
PENDIDIKAN INDONESIA TERBAIK DI DUNIA
Pendidikan Indonesia Terbaik di Dunia?
( Nofieiman )
May 23rd, 2007 | Education
(di copy dan dibaca lagi lagi 6 A gustus 2012)
Pendidikan terbaik di dunia? Bukan Harvard, bukan Amerika, juga bukan Inggris, apalagi Indonesia — melainkan Finlandia, negeri yang paling tidak korup di muka bumi ini. Hebatnya, Finlandia tak cuma jagoan mendidik anak-anak “normal,” tapi juga unggul dalam pendidikan bagi anak-anak yang lemah mental. Pendek kata, Finlandia berhasil membuat seluruh anak didiknya cerdas — tak peduli yang normal atau yang lemah mental.
Finlandia mengalahkan 40 negara lain di dunia berdasar survei PISA yang dilakukan oleh OECD tahun 2003. Tes komprehensif dilakukan melalui pengukuran kemampuan mathematics, reading, science, dan problem solving yang nantinya ditujukan untuk peningkatan kualitas sistem pendidikan. Tes ini dilakukan per tiga tahun — tes terakhir dilakukan pada tahun 2006 dan hasilnya baru akan keluar akhir 2007. Mau tahu di mana posisi Indonesia?
Perolehan Skor
Mathematics (rata-rata 484,84) / Hong Kong-China (550,38) / Finlandia (544,29) / Korea Selatan (542,23)Belanda (537,82) / Liechenstein (535,80) / Brazil (356,02) / Tunisia (358,73) / Indonesia (360,16) / Mexico (385,22) / Thailand (416,98)
Reading (rata-rata 480,22)
Finlandia (543,46) / Korea Selatan (534,09) / Kanada (527,91) / Australia (525,43) / Liechtenstein (525,08) / Tunisia (374,62) / Indonesia (381,59) / Mexico (399,72)/ Brazil (402,80)/ Serbia (411,74)
Science (rata-rata 487,77)
Finlandia (548,23) / Jepang (547,64) / Hong Kong-China (539,50)/ Korea Selatan (538,43)/ Liechtenstein (525,18) / Tunisia (384,68) / Brazil (389,62) ./ Indonesia (395,04)/ Mexico (404,90)/ Thailand (429,06)
Problem Solving (rata-rata 485,20)
Korea Selatan (550,43) / Hong Kong-China (547,89) / Finlandia (547,61)/ Jepang (547,28)/ Selandia Baru (532,79) / Tunisia (344,74) / Indonesia (361,42) / Brazil (370,93)/ Meksiko (384,39)/ Turki (407,53)
Skor Total (rata-rata 484,51)
Finlandia (545,90)/ Korea Selatan (541,29)/ Hong Kong-China (536,83) / Jepang (531,79)/ Liechtenstein (528,87) / Tunisia (365,69) / Indonesia (374,55) / Brazil (379,84) / Meksiko (393,56) / Thailand (422,73)
Resep Sukses Finlandia
Dari segi anggaran, Finlandia agak sedikit lebih tinggi dari negara lain — walau bukan yang tertinggi. Kegiatan sekolah juga hanya 30 jam per minggu. Tapi guru-guru di Finlandia adalah pilihan dengan kualitas terbaik. Untuk menjadi guru jauh lebih ketat persaingannya ketimbang melamar Fakultas Hukum atau Kedokteran. Guru juga diberi kebebasan dalam kurikulum, text-book, hingga metode pengajaran dan evaluasi.
Sistem pendidikan Finlandia memang unik. Remedial tidak dianggap sebagai kegagalan tapi untuk perbaikan. Orientasi dibuat untuk tujuan-tujuan yang harus dicapai. Penekanan ada di proses, bukan hasil. PR dan ujian tak musti dikerjakan dengan sempurna — yang penting murid menunjukkan adanya usaha. Ujian justru dipandang sebagai penghancur mental siswa.
Sejak awal, murid diajari bertanggung jawab mengevaluasi dirinya sendiri. Mereka didorong untuk bekerja secara independen. Guru tidak mesti selalu mengontrol mereka. Proses pembelajaran berjalan dua arah. Suasana sekolah boleh dibilang jadi lebih cair, fleksibel, dan menyenangkan. Namun efektif.
Guru juga tak pernah mengkritik murid yang justru dinilai membuat murid malu dan menghambat proses pembelajaran itu sendiri. Murid “boleh” berbuat kesalahan, namun guru akan memintanya untuk membandingkan dengan hasil sebelumnya. Memang tak ada sistem ranking di sini sehingga siswa merasa confident dan nyaman terhadap dirinya. Ranking dipandang hanya membuat guru berfokus pada murid-murid terbaik saja, bukan ke seluruh murid.
Finlandia sukses menggabungkan kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. Di Finlandia, perbedaan antara murid berprestasi baik dan murid yang kurang sangatlah kecil. Kata seorang guru di Finlandia, “Kalau saya gagal dalam mengajar seorang murid, maka itu berarti ada yang tidak beres dengan pengajaran saya!”
Sedangkan di Indonesia malah ada sejumlah guru dan kepala sekolah yang dengan bangga tidak menaikkelaskan anak didiknya. Gagal mendidik kok bangga.
Pendidikan di Indonesia
Menikmati pendidikan belasan tahun di Indonesia membuat saya miris. Penilaian berorientasi hasil, bukan proses. Pembinaan mengabaikan EQ dan SQ. Isinya hafalan, cara cepat membabat soal, dan “ilmu” yang ketika diingat malah makin membuat lupa — tanpa penekanan soal pemikiran kritis dan pembentukan sikap mental positif. Trilogi dasar aspek pendidikan kognitif-psikomotor-afektif (sengaja?) diabaikan.
Di Indonesia, kualitas guru di Indonesia juga masih (maaf) memprihatinkan. Lulusan sekolah menengah yang jempolan biasanya lari ke tempat yang mentereng: Ilmu Kedokteran, Teknik, Ekonomi, dan sebagainya. Praktis, mereka yang masuk Ilmu Pendidikan adalah “sisa” yang gagal bersaing masuk ke jurusan elit.
Contoh lain adalah UAN yang baru saja lewat beberapa waktu lalu. Sesuai PP 19/2005, UAN adalah indikator kelulusan. Namun banyak yang menilai UAN tak bermanfaat karena hanya mengkondisikan penyelewengan — demi anak didik dan sekolah terangkat citranya. Guru, kepala sekolah, dan bahkan pejabat daerah terlibat jadi tim sukses. Passing grade ditetapkan, tapi sarana, prasarana, dan sumberdaya belum terkondisikan. Begitu hasil jeblok, segala cara agar murid lulus, bukan dengan introspeksi. We want to look good, but didn’t want to be really good.
Sebagian menyayangkan jerih payah tiga tahun hanya ditentukan dalam tiga hari. Banyak murid cerdas diterima SPMB Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru, tapi gagal dalam UAN. Murid cerdas justru terbebani mentalnya. Apalagi, andaikata tak lulus, mereka musti mengulang Paket C yang prestisenya kalah jauh. Dorongan belajar pada akhirnya justru sulit dibangkitkan dan hasil maksimal mustahil diperoleh.
Di sisi lain, kualitas pendidikan memang sedemikian rendahnya. Dengan passing grade yang cukup rendah dibanding negara tetangga, masih banyak juga yang tidak lulus. Ketika ada wacana untuk menaikkan standar, protes di sana-sini. Solusinya? Mungkin kembalikan saja ke sistem Ebtanas lama yang dirasa lebih “fair” dan tidak mengundang banyak masalah — sembari menunggu format UAN yang benar-benar pas buat negeri ini.
Atau, sebelum UAN, misalnya sekolah mengadakan seleksi intern sehingga hanya benar-benar murid yang siap yang bisa mengikuti UAN. Atau, UAN dilakukan dengan beberapa passing grade: yang nilainya sekian bisa mendaftar S1, yang sekian hanya bisa mendaftar diploma, yang kurang bisa mengulang tahun depan. Di Singapura, hanya murid tertentu yang qualified yang bisa lanjut S1, sementara sisanya masuk ke program diploma/poltek (atau TAFE kalau di Australia).
Atau, mencontek di negara maju, murid yang lulus UAN mendapat ijasah UAN, sementara yang tidak hanya memperoleh ijasah sekolah atau tanda tamat belajar. Di Inggris misalnya, setelah pendidikan wajib 16 tahun, murid bisa langsung kerja atau ambil A-Level selama dua tahun untuk persiapan kuliah. Di akhir program ada tes nasional dimana murid yang mendapat nilai A pada mata pelajaran utama bisa langsung masuk universitas favorit seperti Oxford, Cambridge, Imperial College, dan sebagainya.
Yang jelas, jika KBK/KTSP diterapkan, kita semua musti konsisten. Evaluasi harus berdasarkan proses. UAN tak perlu dipaksakan sebagai penentu kelulusan. Tapi sejauh mana kesiapan kita (terutama di daerah) untuk menerapkannya? Itu PR kita bersama.
Conclusion
Asumsikan 1 persen dari jumlah warga negara adalah jenius, maka “seharusnya” ada 2,2 juta orang berbakat di Indonesia. Masalahnya, bagaimana menemukan mereka, mengasah mereka, memberi mereka kesempatan, supaya mereka bisa mengembangkan potensinya. Indonesia bagus di fisika dan matematika. Indonesia juga jagoan badminton. Ada juga Crhisjon yang jago tinju. Ada juga anak pedagang rokok yang meraih juara dunia catur. Ada juga yang bisa menemukan ion motion control di elektrolit. Patut disayangkan mengapa pemerintah masih cuek dan belum piawai dalam mengasah intan mutu manikam.
Hipotesis sementara saya, pendidikan informal (dalam hal ini keluarga) masih jadi unsur terpenting untuk membentuk pribadi yang unggulan selama pemerintah belum mampu membangun sistem pendidikan yang benar-benar mumpuni. Keluarga jugalah yang jadi benteng melawan budaya instan dan pengaruh negatif lingkungan. Dan hipotesis alternatif saya, murid-murid SMP-SMA tak seburuk yang ditulis di media. Pengaruh 18.00-21.00 yang jauh lebih kuat daripada masa studi 7.00-13.00 juga jadi salah satu faktor yang mendistorsi kualitas mereka sebenarnya. Wajar kalau di Finlandia, sewaktu istirahat para guru dan muridnya bermain LEGO robotic. Sementara di Indonesia, murid-murid lebih suka ngerokok, pacaran, atau tawuran sewaktu istirahat.
Anyway, sekadar cerita di sebuah rumah sakit umum di Los Angeles, ada dua kamar bersalin yang saling bersebelahan. Yang satu adalah kamar VIP sementara kamar di sebelahnya kelas ekonomi dimana pasiennya negro. Hebatnya, semua diperlakukan dengan standar yang sama. Dokter dan suster melayani dengan tulus, menyambut kelahiran dengan bahagia, dan langsung menguruskan dokumen kelahirannya. Pemerintah federal juga memberikan susu dan makanan bayi selama 3 tahun. Kata mereka, “orang tuanya sih boleh miskin dan uneducated, tapi si jabang bayi ini nggak boleh miskin dan nggak boleh uneducated.”
Selasa, 23 Desember 2008
Win of change (Angin Bulan Juli 2007)
Angin Perubahan (Win of change), ketika kata perubahan ini dilontarkan kepada semua rekan, dan kepada hampir semua staf dalam suatu kesempatan pertemuan maka terlihat ada yang mengangguk-anggukan kepala, dan juga hampir semua yang hadir hanya berdiam diri. Mungkin pada saat itu belum mengetahui apa yang harus mereka lakukan tentang perubahan ini. Orang-orang yang mengangguk-angguk kepala itu ternyata hanya mampu menjadi penonton, anggukan kepalanya pada saat itu ternyata karena dalam kondisi mengantuk.
Dan ketika perubahan itu mulai menyentuh kepentingan mereka, maka mereka mulai menggeliat, membuka matanya, dan tentunya ada diantaranya mengorganisir diri untuk menentang perubahan yang sebenarnya secara tidak disadari, perubahan inilah yang mereka inginkan. Bagi mereka yang senang dengan kondisi saat ini, perubahan tiba-tiba dianggap sebagai ancaman. Mereka setuju adanya perubahan, tetapi mereka juga menghalanginya dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak jelas. Mereka resisten dan membuat blok-blok penghalang. Yang mereka perjuangkan hanya self interest, dan seterusnya. Sesuatu yang tadinya bagus di atas kertas, tiba-tiba kusut, kacau, bergerak acak, penuh kecurigaan.
Memang benar kata orang pintar, lawan kita tidak ada di luar sana, melainkan di dalam rumah sendiri, di dalam diri sendiri. Kala kita bodoh, kita ingin menguasai orang lain. Tetapi kala kita pintar, kita ingin menguasai diri sendiri.
Memang betul musuh yang harus kita hadapi adalah pikiran-pikiran sendiri. Tetapi begitu kita menghadapinya, kita juga terbentur dengan pikiran-pikiran orang lain dan peraturan-peraturan yang ada.
Catatan ini menyemangati spirit perubahan yang sudah mulai tumbuh dan memberi model yang lebih terstruktur untuk melakukan pembaharuan. Entah mereka berteori atau tidak, semua orang punya hak dan kewajiban untuk memperbaharui hidup ini. Hidup ini harus luas, kuat, dan canggih. Jangan mau hidup sederhana, yang harus sederhana itu adalah sikap.
Perubahan memerlukan anda semua, bersatu, bergerak, dan menyelesaikannya. Siapa yang bisa memimpin harus berani maju ke depan. Siapa yang mau berubah harus membuka pikirannya. Kalau tidak memimpin, kita harus sama-sama bergerak. Kalau memimpin tak bisa, dipimpin juga tak mau, silakan duduk manis di tepi atau keluar sama sekali, tunggulah proses alami yang akan merubahnya.
Sebuah proses kecil telah menggoreskan tulisan ini di Sawahlunto. Kita semua bisa melakukannya. Dan ketika perubahan kita selesaikan, maka ia pun telah membentuk menjadi sebuah Catatan.
Sawahlunto, 3 Juli 2007
(catatan ini diteruskan pada kesempatan lain sampai bulan Juni 2009)
Dan ketika perubahan itu mulai menyentuh kepentingan mereka, maka mereka mulai menggeliat, membuka matanya, dan tentunya ada diantaranya mengorganisir diri untuk menentang perubahan yang sebenarnya secara tidak disadari, perubahan inilah yang mereka inginkan. Bagi mereka yang senang dengan kondisi saat ini, perubahan tiba-tiba dianggap sebagai ancaman. Mereka setuju adanya perubahan, tetapi mereka juga menghalanginya dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak jelas. Mereka resisten dan membuat blok-blok penghalang. Yang mereka perjuangkan hanya self interest, dan seterusnya. Sesuatu yang tadinya bagus di atas kertas, tiba-tiba kusut, kacau, bergerak acak, penuh kecurigaan.
Memang benar kata orang pintar, lawan kita tidak ada di luar sana, melainkan di dalam rumah sendiri, di dalam diri sendiri. Kala kita bodoh, kita ingin menguasai orang lain. Tetapi kala kita pintar, kita ingin menguasai diri sendiri.
Memang betul musuh yang harus kita hadapi adalah pikiran-pikiran sendiri. Tetapi begitu kita menghadapinya, kita juga terbentur dengan pikiran-pikiran orang lain dan peraturan-peraturan yang ada.
Catatan ini menyemangati spirit perubahan yang sudah mulai tumbuh dan memberi model yang lebih terstruktur untuk melakukan pembaharuan. Entah mereka berteori atau tidak, semua orang punya hak dan kewajiban untuk memperbaharui hidup ini. Hidup ini harus luas, kuat, dan canggih. Jangan mau hidup sederhana, yang harus sederhana itu adalah sikap.
Perubahan memerlukan anda semua, bersatu, bergerak, dan menyelesaikannya. Siapa yang bisa memimpin harus berani maju ke depan. Siapa yang mau berubah harus membuka pikirannya. Kalau tidak memimpin, kita harus sama-sama bergerak. Kalau memimpin tak bisa, dipimpin juga tak mau, silakan duduk manis di tepi atau keluar sama sekali, tunggulah proses alami yang akan merubahnya.
Sebuah proses kecil telah menggoreskan tulisan ini di Sawahlunto. Kita semua bisa melakukannya. Dan ketika perubahan kita selesaikan, maka ia pun telah membentuk menjadi sebuah Catatan.
Sawahlunto, 3 Juli 2007
(catatan ini diteruskan pada kesempatan lain sampai bulan Juni 2009)
KISAH PEKERJA TAMBANG DI SAWAHLUNTO (Perburuhan)
Pelaksanaan penambangan diawali dengan penggalian skala kecil diikuti dengan pembuatan lubang pada kaki bukit yang dinamakan lubang bukaan, yang kemudian berkembang menjadi suatu bentuk lorong yang menembus perbukitan menuju lapisan batubara, penambangan dengan cara ini selanjutnya biasa kita sebut tambang dalam (underground mining).
Untuk mengerjakan tambang dengan cara tambang dalam diperlukan tenaga kerja yang cukup banyak, oleh karena itu pada mulanya Pemerintah Belanda mengerjakan orang-orang hukuman sebagai kerja paksa yang kita kenal sebagai orang rantai atau para narapidana dan pada umumnya berasal dari Jawa.
Pada tahun 1893 didatangkan tenaga kerja sebannyak 1.500 orang yang sebagian besar berasal dari pulau Jawa. Mengingat jumlahnya yang cukup banyak maka mereka ditempatkan di berbagai tempat yang tersebar, sehingga hal ini mengalami kesulitan untuk penjagaanya akibatnya banyak para pekerja melarikan diri.
Dengan meletusnya perang di Aceh pada tahun 1898, maka pemerintah Hindia Belanda memerlukan personil yang cukup banyak untuk membantu perang tersebut , oleh karena itu diambil dari buruh kerja-paksa sebanyak 800 orang yang dididik dan dilatih kemeliteran untuk menjadi tentara. Untuk mengganti pekerja yang diambil menjadi tentara, pemerintah Belanda mencoba menggunakan pekerja yang berasal dari penduduk setempat, tetapi ternyata mereka kurang cocok untuk menjadi pekerja tambang. Selanjutnya didatangkanlah buruh-buruh dari luar Sawahlunto dan untuk pertama kalinya adalah bangsa Cina, tetapi ternyata tidak berhasil, kemudian pada tahun 1902 mulai didatangkan kembali pekerja-pekerja dengan sistim kontrak dari pulau Jawa. Pada tahun 1915 penerimaan tenaga kerja dari pulau Jawa dihentikan hingga terjadilah kekurangan tenaga di tahun 1916. Oleh karena itu pada tahun itu mulai dibuka penerimaan pekerja dari pekerja-pekerja bebas.
Jumlah pekerja bebas pada tahun 1915 sebanyak 1.887 orang, tahun 1916 sebanyak 2.406 orang dan pada tahun 1917 menurun menjadi 2.157 orang. Sedangkan pekerja paksanya sebanyak 3.227 orang dan pekerja kontrak sebanyak 709 orang, 15 diantarnya wanita. Sebagian dari pekerja bebas tersebut berasal dari buruh kontrak yang sudah selesai masa kontraknya, tetapi jumlahnya sedikit sekali dan pada umumnya mereka lebih senang melamar kembali sebagai pekerja kontrak. Dari pengelaman tersebut dapat terlihat bahwa orang yang berasal dari Jawa lebih menyukai sebagai pekerja kontrak dari pada sebagai pekerja bebas.
Pada tahun 1922 sampai tahun 1925 dibangun komplek penjara dengan tembok yang tinggi dan lokasinya tepat didepan lubang tambang dalam guna mengatasi para pekerja paksa melarikan diri.
Pada 1928 dari 2.100 0rang pekerja paksa hanya terdapat 8 orang yang melarikan diri, dengan resiko hukuman cambuk rotan sebanyak 27 kali, yang akhirnya pada tahun 1936 hanya terdapat kurang lebih 400 orang pekerja hukuman atau pekerja paksa, mereka ditempatkan di lapangan Sawah Rasau IV.
Mulai tahun 1937 pekerja-pekerja paksa dari orang hukuman secara berangsur-angsur diganti dengan pekerja dari buruh bebas. Proses pemindahan ini diselesaikan pada tanggal 1 April 1938.
Sungai Durian, September 2007
Rumah 4 (ampe) – Continental
(Perumahan Balai Diklat Tambang Bawah Tanah)
Untuk mengerjakan tambang dengan cara tambang dalam diperlukan tenaga kerja yang cukup banyak, oleh karena itu pada mulanya Pemerintah Belanda mengerjakan orang-orang hukuman sebagai kerja paksa yang kita kenal sebagai orang rantai atau para narapidana dan pada umumnya berasal dari Jawa.
Pada tahun 1893 didatangkan tenaga kerja sebannyak 1.500 orang yang sebagian besar berasal dari pulau Jawa. Mengingat jumlahnya yang cukup banyak maka mereka ditempatkan di berbagai tempat yang tersebar, sehingga hal ini mengalami kesulitan untuk penjagaanya akibatnya banyak para pekerja melarikan diri.
Dengan meletusnya perang di Aceh pada tahun 1898, maka pemerintah Hindia Belanda memerlukan personil yang cukup banyak untuk membantu perang tersebut , oleh karena itu diambil dari buruh kerja-paksa sebanyak 800 orang yang dididik dan dilatih kemeliteran untuk menjadi tentara. Untuk mengganti pekerja yang diambil menjadi tentara, pemerintah Belanda mencoba menggunakan pekerja yang berasal dari penduduk setempat, tetapi ternyata mereka kurang cocok untuk menjadi pekerja tambang. Selanjutnya didatangkanlah buruh-buruh dari luar Sawahlunto dan untuk pertama kalinya adalah bangsa Cina, tetapi ternyata tidak berhasil, kemudian pada tahun 1902 mulai didatangkan kembali pekerja-pekerja dengan sistim kontrak dari pulau Jawa. Pada tahun 1915 penerimaan tenaga kerja dari pulau Jawa dihentikan hingga terjadilah kekurangan tenaga di tahun 1916. Oleh karena itu pada tahun itu mulai dibuka penerimaan pekerja dari pekerja-pekerja bebas.
Jumlah pekerja bebas pada tahun 1915 sebanyak 1.887 orang, tahun 1916 sebanyak 2.406 orang dan pada tahun 1917 menurun menjadi 2.157 orang. Sedangkan pekerja paksanya sebanyak 3.227 orang dan pekerja kontrak sebanyak 709 orang, 15 diantarnya wanita. Sebagian dari pekerja bebas tersebut berasal dari buruh kontrak yang sudah selesai masa kontraknya, tetapi jumlahnya sedikit sekali dan pada umumnya mereka lebih senang melamar kembali sebagai pekerja kontrak. Dari pengelaman tersebut dapat terlihat bahwa orang yang berasal dari Jawa lebih menyukai sebagai pekerja kontrak dari pada sebagai pekerja bebas.
Pada tahun 1922 sampai tahun 1925 dibangun komplek penjara dengan tembok yang tinggi dan lokasinya tepat didepan lubang tambang dalam guna mengatasi para pekerja paksa melarikan diri.
Pada 1928 dari 2.100 0rang pekerja paksa hanya terdapat 8 orang yang melarikan diri, dengan resiko hukuman cambuk rotan sebanyak 27 kali, yang akhirnya pada tahun 1936 hanya terdapat kurang lebih 400 orang pekerja hukuman atau pekerja paksa, mereka ditempatkan di lapangan Sawah Rasau IV.
Mulai tahun 1937 pekerja-pekerja paksa dari orang hukuman secara berangsur-angsur diganti dengan pekerja dari buruh bebas. Proses pemindahan ini diselesaikan pada tanggal 1 April 1938.
Sungai Durian, September 2007
Rumah 4 (ampe) – Continental
(Perumahan Balai Diklat Tambang Bawah Tanah)
CATATAN PARA INSINYUR TAMBANG (Mijn Ingenieur)
Sejak tahun 1858 Bangsa Belanda telah meyakini adanya deposit atau endapan batubara di daerah Ombilin, diantaranya adalah seorang ahli tambang yang bernama Ir. C. De Groot. Kemudian baru pada tahun 1867 dengan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tertanggal 26 Mei 1867 ditugaskan seorang insinyur tambang muda saat itu umurnya 27 tahun yaitu Ir. Willem Hendrik de Greve untuk menyelidiki secara pasti dengan diketemukan lapisan batubara pada awal tahun 1868 di daerah Ulu air, di tepi Batang Ombilin.
Pada tahun 1891 Pemerintah Hindia Belanda menugaskan Ir, J.A Hooze untuk mempersiapkan dan merencanakan penggalian batubara di lapangan Sungai Durian, penugasan ini atas desakan Ir. E. Van der Elst yang pada masa itu sebagai Inspektur Jenderal Tambang di Negeri Belanda. Pada tanggal 25 Mei 1891 ditunjuk Ir. W. Godefroy untuk menjadi pimpinan dalam penambangan batubara di Ombilin.
Rancangan Undang-undang untuk penambangan batubara ombilin yang diajukan oleh Pemerintah Hindia Belanda akhirnya ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Belanda pada tanggal 24 November 1891. Selanjutnya RUU tersebut disyahkan dan mempunyai kekuatan hukum sebagai undang-undang, oleh Dewan Penasehat Kepala Negara pada tanggal 28 Desember 1891 dan diterbitkan pada Lembaran Negara No.223 yang isinya tentang kenaikan Anggaran Belanja Pemerintah untuk Tahun Anggaran 1892 dalam rangka eksploitasi tambang batubara Ombilin oleh Pemerintah. Dengan berdasarkan pada tanggal pengesahan rancangan undang-undang dan diterbitkannya lembaran negara tersebut, maka ditetapkanlah Hari Jadi Tambang Batubara Batubara Ombilin.
Untuk lebih meningkatkan peranan tambang batubara terutama guna membantu sumber pendapatan Pemerintah Hindia Belanda, maka pada tanggal 3 Juli 1918 dikeluarkan Surat Keputusan No. 64 dan diterbitkan Lembaran Negara No. 375, yang menyatakan bahwa usaha pertambangan tersebut dikukuhkan menjadi bentuk perusahaan di bawah pengelolaan Departemen Usaha-Usaha Pemerintah hingga tahun 1942.
Sawah lunto, Agustus 2007
Peringatan 100 tahun Tambang Batubara Ombilin 1891 - 1991
UPTD Perpustakaan Umum Daerah – Sawah lunto
(Catatan dari Anggota No. 01567)
Pada tahun 1891 Pemerintah Hindia Belanda menugaskan Ir, J.A Hooze untuk mempersiapkan dan merencanakan penggalian batubara di lapangan Sungai Durian, penugasan ini atas desakan Ir. E. Van der Elst yang pada masa itu sebagai Inspektur Jenderal Tambang di Negeri Belanda. Pada tanggal 25 Mei 1891 ditunjuk Ir. W. Godefroy untuk menjadi pimpinan dalam penambangan batubara di Ombilin.
Rancangan Undang-undang untuk penambangan batubara ombilin yang diajukan oleh Pemerintah Hindia Belanda akhirnya ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Belanda pada tanggal 24 November 1891. Selanjutnya RUU tersebut disyahkan dan mempunyai kekuatan hukum sebagai undang-undang, oleh Dewan Penasehat Kepala Negara pada tanggal 28 Desember 1891 dan diterbitkan pada Lembaran Negara No.223 yang isinya tentang kenaikan Anggaran Belanja Pemerintah untuk Tahun Anggaran 1892 dalam rangka eksploitasi tambang batubara Ombilin oleh Pemerintah. Dengan berdasarkan pada tanggal pengesahan rancangan undang-undang dan diterbitkannya lembaran negara tersebut, maka ditetapkanlah Hari Jadi Tambang Batubara Batubara Ombilin.
Untuk lebih meningkatkan peranan tambang batubara terutama guna membantu sumber pendapatan Pemerintah Hindia Belanda, maka pada tanggal 3 Juli 1918 dikeluarkan Surat Keputusan No. 64 dan diterbitkan Lembaran Negara No. 375, yang menyatakan bahwa usaha pertambangan tersebut dikukuhkan menjadi bentuk perusahaan di bawah pengelolaan Departemen Usaha-Usaha Pemerintah hingga tahun 1942.
Sawah lunto, Agustus 2007
Peringatan 100 tahun Tambang Batubara Ombilin 1891 - 1991
UPTD Perpustakaan Umum Daerah – Sawah lunto
(Catatan dari Anggota No. 01567)
Senin, 07 Juli 2008
SAWAHLUNTO DALAM SEJARAH
Di sebelah Timur Laut Ibu Kota Propinsi Sumatra Barat yaitu kota Padang dan berjarak kurang lebih 90 kilometer tersebutlah nama Kota Sawahlunto.
Menurut dokumen aslinya nama Sawahlunto dituliskan secara terpisah yaitu Sawah dan Lunto, nama tersebut dikarenakan kondisi lokasi yang ada yaitu adanya hamparan sawah-sawah yang berada dan dikelilingi bukit-bukit, dan diantara sawah mengalirlah sungai kecil yang dinamakan Batang Lunto. Kesunyian, keterasingan, dan terisolir itulah suasananya, tetapi semenjak diketemukannya endapan batubara di Ulu Air di suatu lembah bukit yang tidak berpenghuni di daerah aliran Sungai atau Batang Ombilin pada tahun 1868 oleh seorang Belanda yaitu Ir. WH. de Greve, maka Sawahlunto menjadi penting. Adanya jalan kereta api yang menghubungkan antara Muara Kelaban sampai Pelabuhan Emma (sekarang Teluk Bayur) yang kemudian dilanjutkan dari Muara Kelaban ke Sawahlunto dan selesai pada bulan Januari 1894, maka terbukalah isolasi Sawahlunto dari dunia luar, sehinggaSawahlunto berkembang menjadi pusat industri bangsa Eropa di Pegunungan Pantai Barat Sumatra.
Menurut dokumen aslinya nama Sawahlunto dituliskan secara terpisah yaitu Sawah dan Lunto, nama tersebut dikarenakan kondisi lokasi yang ada yaitu adanya hamparan sawah-sawah yang berada dan dikelilingi bukit-bukit, dan diantara sawah mengalirlah sungai kecil yang dinamakan Batang Lunto. Kesunyian, keterasingan, dan terisolir itulah suasananya, tetapi semenjak diketemukannya endapan batubara di Ulu Air di suatu lembah bukit yang tidak berpenghuni di daerah aliran Sungai atau Batang Ombilin pada tahun 1868 oleh seorang Belanda yaitu Ir. WH. de Greve, maka Sawahlunto menjadi penting. Adanya jalan kereta api yang menghubungkan antara Muara Kelaban sampai Pelabuhan Emma (sekarang Teluk Bayur) yang kemudian dilanjutkan dari Muara Kelaban ke Sawahlunto dan selesai pada bulan Januari 1894, maka terbukalah isolasi Sawahlunto dari dunia luar, sehinggaSawahlunto berkembang menjadi pusat industri bangsa Eropa di Pegunungan Pantai Barat Sumatra.
SEKILAS FENOMENA BATUBARA
Batubara berasal dari tumbuhan yang mati, kemudian tertimbun oleh lapisan batuan sedimen selama jutaan tahun, oleh karena pengaruh suhu dan tekanan yang tinggi, maka terbentuklah arang yang kita sebut batubara. Contoh batubara di Australia, timbunan tumbuhan mati setebal 100 meter, setelah 1,6 juta tahun berubah menjadi lapisan batubara peringkat tinggi setebal 1,0 meter.
Pada tahun 1913, dalam sebuah seminar di Edinburgh, Skotlandia, dilontarkan satu pertanyaan yang berbunyi Apakah Batubara itu ?.
Kini setelah hampir 100 tahun ilmu perbatubaraan berkembang, kita dapat menjawabnya setelah mempelajari beberapa sifat fisika dan kimianya.
Jawabannya adalah: Batubara ialah batuan sedimen yang secara kimia dan fisika adalah heterogen yang mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen sebagai unsur utama dan belerang serta nitrogen sebagai unsur tambahan. Zat lain, yaitu senyawa anorganik pembentuk abu (ash) tersebar sebagai partikel zat mineral terpisah-pisah di seluruh senyawa batubara. Beberapa jenis batubara meleleh dan menjadi plastis apabila dipanaskan pada suhu tertentu, tetapi meninggalkan suatu residu yang disebut kokas.
Batubara dapat dibakar untuk membangkitkan uap atau dikarbonisasikan untuk membuat bahan bakar cair atau dihidrogenasikan untuk membuat metan. Gas Sintetis atau bahan bakar berupa gas dapat diproduksi sebagai produk utama dengan jalan gasifikasi sempurna dari batubara dengan oksigen dan uap atau udara dan uap, (Elliot, 1981).
Sabtu, 21 Juni 2008
HIPOTESA TERBENTUKNNYA CEKUNGAN OMBILIN
Hipotesa Pertama adalah pensesaran blok yang disebabkan pengangkatan (Van Bemmelen, 1949). Menurut hipotesa ini, penyebab terbentuknya Cekungan Ombilin adalah terjadinya pengangkatan oleh aktivitas magma, yaitu pengintrusian (terobosan) batuan granit yang penyebarannya terlihat disekitar Cekungan Ombilin. Umur granit tersebut adalah 206 sampai 112 juta tahun (ditentukan secara radiometrics) atau pada Jaman Jura Atas sampai Kapur Bawah. Umur tersebut sedikit lebih tua dibandingkan dengan umur Cekungan Ombilin, yaitu Kapur sampai dengan Awal Tersier yang diperkirakan berdasarkan umur batuan sedimen di dalam cekungan tersebut. Kenyataan ini mendukung hipotesa pertama.
Hipotesa Kedua, hipotesa ini diajukan oleh Koning (1985), yang menyatakan bahwa Cekungan Ombilin terbentuk akibat pensesaran blok oleh pensesaran mendatar. Mekanisme terjadinya disebut pull apart atau tarik pisah. Disebut demikian di dalamnya terdapat proses penarikan kerak bumi yang menimbulkan sesar-sesar normal. Cekungan yang terbentuk dikenal sebagai pull apart basin atau cekungan tarik pisah (Buchfiel and Stewart, 1966)
Penyelidikan-penyelidikan lain terhadap cekungan tarik pisah menunjukan adanya ciri-ciri umum cekungan tersebut sebagai berikut:
1. Endapan sedimen cukup tebal dengan ukuran luas relatif kecil.
Penyelidikan-penyelidikan lain terhadap cekungan tarik pisah menunjukan adanya ciri-ciri umum cekungan tersebut sebagai berikut:
1. Endapan sedimen cukup tebal dengan ukuran luas relatif kecil.
2. Komposisi dan tekstur sedimen menunjukan tingginya kecepatan sedimentasi.
3. Siklus tekstur sedimennya menunjukan adanya aktifitas tektonik.
Semua ciri tersebut di atas terdapat di Ombilin/Sawahlunto, sehingga merupakan bukti pendukung hipotesa Koning (1985) atau hipotesa kedua.
Penyebab sesar mendatar di Cekungan Ombilin, kita kenal adanya sesar mendatar Sumatra yang bersifat dekstral, yaitu akibat penyusupan lempeng Hindia-Australia (Plate Tectonic Theory).
Langganan:
Postingan (Atom)