Selasa, 23 Desember 2008

Win of change (Angin Bulan Juli 2007)

Angin Perubahan (Win of change), ketika kata perubahan ini dilontarkan kepada semua rekan, dan kepada hampir semua staf dalam suatu kesempatan pertemuan maka terlihat ada yang mengangguk-anggukan kepala, dan juga hampir semua yang hadir hanya berdiam diri. Mungkin pada saat itu belum mengetahui apa yang harus mereka lakukan tentang perubahan ini. Orang-orang yang mengangguk-angguk kepala itu ternyata hanya mampu menjadi penonton, anggukan kepalanya pada saat itu ternyata karena dalam kondisi mengantuk.

Dan ketika perubahan itu mulai menyentuh kepentingan mereka, maka mereka mulai menggeliat, membuka matanya, dan tentunya ada diantaranya mengorganisir diri untuk menentang perubahan yang sebenarnya secara tidak disadari, perubahan inilah yang mereka inginkan. Bagi mereka yang senang dengan kondisi saat ini, perubahan tiba-tiba dianggap sebagai ancaman. Mereka setuju adanya perubahan, tetapi mereka juga menghalanginya dengan mengemukakan alasan-alasan yang tidak jelas. Mereka resisten dan membuat blok-blok penghalang. Yang mereka perjuangkan hanya self interest, dan seterusnya. Sesuatu yang tadinya bagus di atas kertas, tiba-tiba kusut, kacau, bergerak acak, penuh kecurigaan.

Memang benar kata orang pintar, lawan kita tidak ada di luar sana, melainkan di dalam rumah sendiri, di dalam diri sendiri. Kala kita bodoh, kita ingin menguasai orang lain. Tetapi kala kita pintar, kita ingin menguasai diri sendiri.
Memang betul musuh yang harus kita hadapi adalah pikiran-pikiran sendiri. Tetapi begitu kita menghadapinya, kita juga terbentur dengan pikiran-pikiran orang lain dan peraturan-peraturan yang ada.

Catatan ini menyemangati spirit perubahan yang sudah mulai tumbuh dan memberi model yang lebih terstruktur untuk melakukan pembaharuan. Entah mereka berteori atau tidak, semua orang punya hak dan kewajiban untuk memperbaharui hidup ini. Hidup ini harus luas, kuat, dan canggih. Jangan mau hidup sederhana, yang harus sederhana itu adalah sikap.

Perubahan memerlukan anda semua, bersatu, bergerak, dan menyelesaikannya. Siapa yang bisa memimpin harus berani maju ke depan. Siapa yang mau berubah harus membuka pikirannya. Kalau tidak memimpin, kita harus sama-sama bergerak. Kalau memimpin tak bisa, dipimpin juga tak mau, silakan duduk manis di tepi atau keluar sama sekali, tunggulah proses alami yang akan merubahnya.

Sebuah proses kecil telah menggoreskan tulisan ini di Sawahlunto. Kita semua bisa melakukannya. Dan ketika perubahan kita selesaikan, maka ia pun telah membentuk menjadi sebuah Catatan.

Sawahlunto, 3 Juli 2007
(catatan ini diteruskan pada kesempatan lain sampai bulan Juni 2009)

KISAH PEKERJA TAMBANG DI SAWAHLUNTO (Perburuhan)

Pelaksanaan penambangan diawali dengan penggalian skala kecil diikuti dengan pembuatan lubang pada kaki bukit yang dinamakan lubang bukaan, yang kemudian berkembang menjadi suatu bentuk lorong yang menembus perbukitan menuju lapisan batubara, penambangan dengan cara ini selanjutnya biasa kita sebut tambang dalam (underground mining).

Untuk mengerjakan tambang dengan cara tambang dalam diperlukan tenaga kerja yang cukup banyak, oleh karena itu pada mulanya Pemerintah Belanda mengerjakan orang-orang hukuman sebagai kerja paksa yang kita kenal sebagai orang rantai atau para narapidana dan pada umumnya berasal dari Jawa.

Pada tahun 1893 didatangkan tenaga kerja sebannyak 1.500 orang yang sebagian besar berasal dari pulau Jawa. Mengingat jumlahnya yang cukup banyak maka mereka ditempatkan di berbagai tempat yang tersebar, sehingga hal ini mengalami kesulitan untuk penjagaanya akibatnya banyak para pekerja melarikan diri.

Dengan meletusnya perang di Aceh pada tahun 1898, maka pemerintah Hindia Belanda memerlukan personil yang cukup banyak untuk membantu perang tersebut , oleh karena itu diambil dari buruh kerja-paksa sebanyak 800 orang yang dididik dan dilatih kemeliteran untuk menjadi tentara. Untuk mengganti pekerja yang diambil menjadi tentara, pemerintah Belanda mencoba menggunakan pekerja yang berasal dari penduduk setempat, tetapi ternyata mereka kurang cocok untuk menjadi pekerja tambang. Selanjutnya didatangkanlah buruh-buruh dari luar Sawahlunto dan untuk pertama kalinya adalah bangsa Cina, tetapi ternyata tidak berhasil, kemudian pada tahun 1902 mulai didatangkan kembali pekerja-pekerja dengan sistim kontrak dari pulau Jawa. Pada tahun 1915 penerimaan tenaga kerja dari pulau Jawa dihentikan hingga terjadilah kekurangan tenaga di tahun 1916. Oleh karena itu pada tahun itu mulai dibuka penerimaan pekerja dari pekerja-pekerja bebas.

Jumlah pekerja bebas pada tahun 1915 sebanyak 1.887 orang, tahun 1916 sebanyak 2.406 orang dan pada tahun 1917 menurun menjadi 2.157 orang. Sedangkan pekerja paksanya sebanyak 3.227 orang dan pekerja kontrak sebanyak 709 orang, 15 diantarnya wanita. Sebagian dari pekerja bebas tersebut berasal dari buruh kontrak yang sudah selesai masa kontraknya, tetapi jumlahnya sedikit sekali dan pada umumnya mereka lebih senang melamar kembali sebagai pekerja kontrak. Dari pengelaman tersebut dapat terlihat bahwa orang yang berasal dari Jawa lebih menyukai sebagai pekerja kontrak dari pada sebagai pekerja bebas.
Pada tahun 1922 sampai tahun 1925 dibangun komplek penjara dengan tembok yang tinggi dan lokasinya tepat didepan lubang tambang dalam guna mengatasi para pekerja paksa melarikan diri.
Pada 1928 dari 2.100 0rang pekerja paksa hanya terdapat 8 orang yang melarikan diri, dengan resiko hukuman cambuk rotan sebanyak 27 kali, yang akhirnya pada tahun 1936 hanya terdapat kurang lebih 400 orang pekerja hukuman atau pekerja paksa, mereka ditempatkan di lapangan Sawah Rasau IV.
Mulai tahun 1937 pekerja-pekerja paksa dari orang hukuman secara berangsur-angsur diganti dengan pekerja dari buruh bebas. Proses pemindahan ini diselesaikan pada tanggal 1 April 1938.


Sungai Durian, September 2007
Rumah 4 (ampe) – Continental
(Perumahan Balai Diklat Tambang Bawah Tanah)

CATATAN PARA INSINYUR TAMBANG (Mijn Ingenieur)

Sejak tahun 1858 Bangsa Belanda telah meyakini adanya deposit atau endapan batubara di daerah Ombilin, diantaranya adalah seorang ahli tambang yang bernama Ir. C. De Groot. Kemudian baru pada tahun 1867 dengan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tertanggal 26 Mei 1867 ditugaskan seorang insinyur tambang muda saat itu umurnya 27 tahun yaitu Ir. Willem Hendrik de Greve untuk menyelidiki secara pasti dengan diketemukan lapisan batubara pada awal tahun 1868 di daerah Ulu air, di tepi Batang Ombilin.
Pada tahun 1891 Pemerintah Hindia Belanda menugaskan Ir, J.A Hooze untuk mempersiapkan dan merencanakan penggalian batubara di lapangan Sungai Durian, penugasan ini atas desakan Ir. E. Van der Elst yang pada masa itu sebagai Inspektur Jenderal Tambang di Negeri Belanda. Pada tanggal 25 Mei 1891 ditunjuk Ir. W. Godefroy untuk menjadi pimpinan dalam penambangan batubara di Ombilin.

Rancangan Undang-undang untuk penambangan batubara ombilin yang diajukan oleh Pemerintah Hindia Belanda akhirnya ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Belanda pada tanggal 24 November 1891. Selanjutnya RUU tersebut disyahkan dan mempunyai kekuatan hukum sebagai undang-undang, oleh Dewan Penasehat Kepala Negara pada tanggal 28 Desember 1891 dan diterbitkan pada Lembaran Negara No.223 yang isinya tentang kenaikan Anggaran Belanja Pemerintah untuk Tahun Anggaran 1892 dalam rangka eksploitasi tambang batubara Ombilin oleh Pemerintah. Dengan berdasarkan pada tanggal pengesahan rancangan undang-undang dan diterbitkannya lembaran negara tersebut, maka ditetapkanlah Hari Jadi Tambang Batubara Batubara Ombilin.

Untuk lebih meningkatkan peranan tambang batubara terutama guna membantu sumber pendapatan Pemerintah Hindia Belanda, maka pada tanggal 3 Juli 1918 dikeluarkan Surat Keputusan No. 64 dan diterbitkan Lembaran Negara No. 375, yang menyatakan bahwa usaha pertambangan tersebut dikukuhkan menjadi bentuk perusahaan di bawah pengelolaan Departemen Usaha-Usaha Pemerintah hingga tahun 1942.

Sawah lunto, Agustus 2007
Peringatan 100 tahun Tambang Batubara Ombilin 1891 - 1991
UPTD Perpustakaan Umum Daerah – Sawah lunto
(Catatan dari Anggota No. 01567)

Senin, 07 Juli 2008

SAWAHLUNTO DALAM SEJARAH


Di sebelah Timur Laut Ibu Kota Propinsi Sumatra Barat yaitu kota Padang dan berjarak kurang lebih 90 kilometer tersebutlah nama Kota Sawahlunto.
Menurut dokumen aslinya nama Sawahlunto dituliskan secara terpisah yaitu Sawah dan Lunto, nama tersebut dikarenakan kondisi lokasi yang ada yaitu adanya hamparan sawah-sawah yang berada dan dikelilingi bukit-bukit, dan diantara sawah mengalirlah sungai kecil yang dinamakan Batang Lunto. Kesunyian, keterasingan, dan terisolir itulah suasananya, tetapi semenjak diketemukannya endapan batubara di Ulu Air di suatu lembah bukit yang tidak berpenghuni di daerah aliran Sungai atau Batang Ombilin pada tahun 1868 oleh seorang Belanda yaitu Ir. WH. de Greve, maka Sawahlunto menjadi penting. Adanya jalan kereta api yang menghubungkan antara Muara Kelaban sampai Pelabuhan Emma (sekarang Teluk Bayur) yang kemudian dilanjutkan dari Muara Kelaban ke Sawahlunto dan selesai pada bulan Januari 1894, maka terbukalah isolasi Sawahlunto dari dunia luar, sehinggaSawahlunto berkembang menjadi pusat industri bangsa Eropa di Pegunungan Pantai Barat Sumatra.

SEKILAS FENOMENA BATUBARA

Batubara berasal dari tumbuhan yang mati, kemudian tertimbun oleh lapisan batuan sedimen selama jutaan tahun, oleh karena pengaruh suhu dan tekanan yang tinggi, maka terbentuklah arang yang kita sebut batubara. Contoh batubara di Australia, timbunan tumbuhan mati setebal 100 meter, setelah 1,6 juta tahun berubah menjadi lapisan batubara peringkat tinggi setebal 1,0 meter.

Pada tahun 1913, dalam sebuah seminar di Edinburgh, Skotlandia, dilontarkan satu pertanyaan yang berbunyi Apakah Batubara itu ?.

Kini setelah hampir 100 tahun ilmu perbatubaraan berkembang, kita dapat menjawabnya setelah mempelajari beberapa sifat fisika dan kimianya.

Jawabannya adalah: Batubara ialah batuan sedimen yang secara kimia dan fisika adalah heterogen yang mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen sebagai unsur utama dan belerang serta nitrogen sebagai unsur tambahan. Zat lain, yaitu senyawa anorganik pembentuk abu (ash) tersebar sebagai partikel zat mineral terpisah-pisah di seluruh senyawa batubara. Beberapa jenis batubara meleleh dan menjadi plastis apabila dipanaskan pada suhu tertentu, tetapi meninggalkan suatu residu yang disebut kokas.


Batubara dapat dibakar untuk membangkitkan uap atau dikarbonisasikan untuk membuat bahan bakar cair atau dihidrogenasikan untuk membuat metan. Gas Sintetis atau bahan bakar berupa gas dapat diproduksi sebagai produk utama dengan jalan gasifikasi sempurna dari batubara dengan oksigen dan uap atau udara dan uap, (Elliot, 1981).




Sabtu, 21 Juni 2008

HIPOTESA TERBENTUKNNYA CEKUNGAN OMBILIN


Hipotesa Pertama adalah pensesaran blok yang disebabkan pengangkatan (Van Bemmelen, 1949). Menurut hipotesa ini, penyebab terbentuknya Cekungan Ombilin adalah terjadinya pengangkatan oleh aktivitas magma, yaitu pengintrusian (terobosan) batuan granit yang penyebarannya terlihat disekitar Cekungan Ombilin. Umur granit tersebut adalah 206 sampai 112 juta tahun (ditentukan secara radiometrics) atau pada Jaman Jura Atas sampai Kapur Bawah. Umur tersebut sedikit lebih tua dibandingkan dengan umur Cekungan Ombilin, yaitu Kapur sampai dengan Awal Tersier yang diperkirakan berdasarkan umur batuan sedimen di dalam cekungan tersebut. Kenyataan ini mendukung hipotesa pertama.
Hipotesa Kedua, hipotesa ini diajukan oleh Koning (1985), yang menyatakan bahwa Cekungan Ombilin terbentuk akibat pensesaran blok oleh pensesaran mendatar. Mekanisme terjadinya disebut pull apart atau tarik pisah. Disebut demikian di dalamnya terdapat proses penarikan kerak bumi yang menimbulkan sesar-sesar normal. Cekungan yang terbentuk dikenal sebagai pull apart basin atau cekungan tarik pisah (Buchfiel and Stewart, 1966)
Penyelidikan-penyelidikan lain terhadap cekungan tarik pisah menunjukan adanya ciri-ciri umum cekungan tersebut sebagai berikut:

1. Endapan sedimen cukup tebal dengan ukuran luas relatif kecil.
2. Komposisi dan tekstur sedimen menunjukan tingginya kecepatan sedimentasi.
3. Siklus tekstur sedimennya menunjukan adanya aktifitas tektonik.

Semua ciri tersebut di atas terdapat di Ombilin/Sawahlunto, sehingga merupakan bukti pendukung hipotesa Koning (1985) atau hipotesa kedua.
Penyebab sesar mendatar di Cekungan Ombilin, kita kenal adanya sesar mendatar Sumatra yang bersifat dekstral, yaitu akibat penyusupan lempeng Hindia-Australia (Plate Tectonic Theory).

Jumat, 20 Juni 2008

PRODUK GEOWISATA MERUPAKAN UNSUR EKOWISATA

Produk Geowisata merupakan unsur Ekowisata yaitu kegiatan wisata yang bertumpu pada lingkungan alam dan budaya terkait, maka perlu mendapatkan perhatian yang bertujuan:
Mendidik Wisatawan tentang fungsi dan manfaat lingkungan alam dan budaya.
Meningkatkan kesadaran dan penghargaan akan lingkungan dan budaya.
Bermanfaat secara ekologi, sosial dan ekonomi bagi masyarakat tuan rumah, dan menyumbang langsung pada pelestarian yang berkelanjutan dalam menajemen lingkungan alam dan budaya yang terkait.

Rabu, 18 Juni 2008

SAWAHLUNTO DISCOVERY


SAWAHLUNTO DISCOVERY

Potensi geowisata di wilayah Sawah lunto, Sumatera Barat dapat dikembangkan dengan beberapa cara seperti dengan membuat sejarah geologi daerah geowisata, membuat kunjungan geowisata, pameran geowisata, dll. misalkan di Panorama Puncak Polan dapat dibuat suatu Papan tampilan yang menceritakan sejarah geologi terbentuknya Cekungan Ombilin/Sawahlunto, selain menarik untuk dibaca tentu juga akan menambah pengetahuan tentang terjadinya atau terbentuknya kota yang berda pada cekungan ini bagi pengunjung, bagi peserta didik tentu dapat dijadikan tambahan referensi dalam memahami pelajaran ilmu kebumian di sekolah. Di lain hal sebagai laboratorium alam, potensi geowisata ini tidak hanya menarik bagi wisata tapi juga dapat menarik sebagai area penelitian. Pendirian Galery Geowisata Sawalunto dapat pula direncanakan berisi tentang sejarah geologi suatu potensi wisata di tempat tujuan wisata, galery ini dibuat sebagai referensi awal bagi pengunjung geowisata Sawahlunto.

APLIKASI BENTANG ALAM GEOLOGI DALAM GEOWISATA









I. PENDAHULUAN

1.1 Pengertian

Bentang Alam Geologi (geomorfologi) adalah cabang dari ilmu geologi yang membahas bentuk, geometri dan proses-proses yang terjadi serta kondisi geologi yang mengendalikan.


Geologi Tata Lingkungan adalah kondidi geologi yang diperlukan dalam proses perencanaan tataruang kota dan wilayah, pengaruh geologi terhadap lingkungan binaan, serta dampak lingkungan binaan terhadap kondisi geologi.


Geowisata adalah bagian dari ilmu geologi yang membahas kaitan antara geologi dengan kepariwisataan.


1.2 Pariwisata

Pariwisata merupakan jaringan berbagai unsur dan kegiatan dalamtatanan (sistem) yang utuh, ditujukan untuk memenuhi perjalanan guna kesenangan (pleasure). Kesenangan yang ingin dicapai dalam pariwisata dapat berupa: keindahan alam, lingkungan alam, kesehatan dan olah raga, petualangan, ilmu pengetahuan, budaya, kulutur, industri dan teknologi, kuliner dan lain sebagainya.

II. GEOMORFOLOGI

2.1 Geomorfologi dan Tektonik Global
Bentang alam makro sebagai produk kegiatan Tektonik Global.

2.2 Satuan Geomorfologi Sebagai Aset Wisata


  • Pegunungan: Gunung api, Plateau, Kubah, Lipatan (fold), Patahan (fault) dll.

  • Dataran : Dataran Pantai, delta, rawa, danau, Banjir, Sungai dsb.

  • Pantai: Pantai Landai, Berlumpur, Berpasir, Terumbu Karang, terjal, Teluk, dsb

III. GEOLOGI TATA LINGKUNGAN


3.1 Pemikiran Dasar


Kondisi Geofisik merupakan landasan bagi pembangunan lingkungan binaan. Lingkungan binaan memberikan dampak kepada lingkungan Bio-Geofisik.


3.2 Analisis Geofisik untuk Pembangunan

Geologi tata lingkungan memberi evaluasi suatu wilayah:

Apakah mendukung ? Apakah terdapat kendala yang dapat diperbaiki ?

Apakah terdapat daerah limitasi yang perlu dihindari untuk pembangunan tertentu seperti:

sesar aktif, gas beracun, longsoran besar dll.


IV. PENUTUP

Bentang Alam Geologi (geomorfologi) mempunyai peran penting sebagai salah satu sumber daya pariwisata: laut, pantai, dataran, sungai, danau airterjun, gua, perbukitan, pegunungan dan sebagainya. Di dalam masing-masing gejala geomorfologi tersebut banyak mengandung unsur-unsur yang dapat dikembangkan sebagai aset Geowisata: geomorfologi, mineral, batuan, stratigrafi, struktur geologi, fosil dan kehidupan purba, geologi sejarah, tektonik, kegunungapian, dsb. Geologi Tata lingkungan berperan dalam evaluasi mengenai daya dukung, kendala, maupun limitasi dari pembangunan pariwisata.